Utmost Good Faith & Perlindungan Konsumen Keuangan Insurance

Itikad Baik dalam Produk Asuransi sesudah masuknya faham Perlindungan Konsumen. Pada perjanjian asuransi, azas itikad baik sebagai dasar dan salah satu prinsip asuransi dalam hukum Indonesia mempunyai 2 rujukkan aturan, yaitu:

1. dalam hukum asuransi, biasanya dinyatakan dalam utmost good faith, yang dinyatakan sebagai berikut :

  • Dimana rujukkannya bisa diperoleh dalam Marine Insurance Act 1906, sec. 17 – Insurance is uberrimæ fidei, “A contract of marine insurance is a contract based upon the utmost good faith, and, if the utmost good faith be not observed by either party, the contract may be avoided by the other part”;
  • Pasal 251 KUHD, sbb : “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syaratsyarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.

2. Pasal 1338 KUPerdata, “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Azas/ prinsip itikad baik atau utmost good faith berubah seiring dengan adanya paham perlindungan konsumen, yang awalnya diinisiasi secara international melalui organ PBB, karena adanya keterbukaan lalu lintas ekonomi antar negara dan konsumen atas produk barang/ jasa, dengan serangakaian regulasi yang terus menerus diperbaharui, melalui aturan, sbb:

  1. Resolution No. 39/ 248, 18 December 1984, Consumer Protection;
  2. United Nations guidelines for consumer protection (as expanded in 1999);
  3. United Nations A/RES/70/186, 4 February 2016, Resolution No. 70/186. Consumer protection;
  4. UNCTAD/DITC/CPLP/MISC/2016/1 – UNITED NATIONS GUIDELINES FOR CONSUMER PROTECTION.

Berdasarkan ketentuan internasional tentang perlindungan konsumen tersebut telah diadopsi dan dimasukkan dalam definisis Itikad baik (utmost good faith) dengan perubahan, yaitu :

  1. Perubahan MIA 1906 menjadi Insurance Act 2012 yang kemudian diperbaharui lagi dengan insurance act 2015, dimana sec. 17, dihapuskan dan dibuat ketentuan baru, tentang the duty of fair presentation” dan “Remedies for breach”, yang berlaku baik untuk Tertanggung maupun Penanggung dan/ atau Agent;
  2. Terbit UU No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian yang dicabut dan diganti dengan UU No. 40 tahun 2014 tentang perasuransian, secara spesifik tidak mengatur perubahan dalam itikad baik Tertanggung, tetapi hanya mengatur dalam pasal 31 ayat (2) dan pasal 32 ayat (2), tentang kewajiban Penanggung (Perusahaan Perasuransian) untuk memberikan dan mendapatkan informasi pada, dan dari Tertanggung;
  3. Terbit dan berlaku tentang UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimana aturan mengenai perlindungan konsumen senafas dengan ketentuan dari united nations, yaitu :
    1. Ketentuan perlindungan konsumen dan aturan  tentang hak dan kewajiban baik Produsen dan Konsumen masing-masing mempunyai ketentuan yang sama dan seimbang, sebagaimana digambarkan dalam pasal Pasal 1 ayat (1 dan 2), pasal 2 dan 3;
    2. Hak dan kewajiban para pihak diatur sejajar dan seimbang, sebagaimana digambarkan dalam pasal 5, 6 dan 7.
  4. Pada tahun 2011 Pemerintah membentuk Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dengan terbitnya UU No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana semua perusahaan/ Lembaga jasa keuangan (termasuk perusahaan asuransi) diatur dalam Undang-undang ini, sebagai berikut :
    1. dalam hal pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan (pasal 5);
    2. OJK adalah Lembaga yang Independen (pasal 2 ayat (2);
    3. Untuk perlindungan konsumen dan Masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum (pasal 30 ayat (1);
    4. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan Konsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK;
    5. UU No. 2 taun 1992 tentang usaha perasuransian dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang undang ini.
    6. Menerbitkan peraturan Perlindungan Konsumen dan masyarakat di sector jasa keuangan dengan POJK No. 1/POJK.07/2013
  5. Untuk Peraturan Perlindungan Konsumen dan masyarakat di sector jasa keuangan, OJK telah menyempurnakan dan memperbaharui peraturan sebelumnya POJK No. 1/POJK.07/2013, akhirnya  dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan terbaru, yaitu  POJK No. 6/ POJK-7/ 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, dengan perbedaan isinya, yaitu :
    1. Pasal 4, ayat (1), “PUJK wajib beritikad baik dalam melaksanakan kegiatan usahanya”;
    2. Pasal 5, ayat (1), “PUJK memastikan adanya itikad baik calon Konsumen dan/atau Konsumen”;
    3. Pasal 5, ayat (2), “Untuk memastikan adanya itikad baik calon Konsumen dan/atau Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUJK melakukan Tindakan meliputi:
      1. menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon Konsumen dan/atau Konsumen dengan fakta yang sebenarnya;
      2. meminta calon Konsumen dan/atau Konsumen menyatakan benar dan akurat atas seluruh informasi dan/atau dokumen yang diberikan kepada PUJK; dan/atau;
      3. melakukan tindakan lain yang diperlukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
      4. Pasal 8, ayat (1) PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan … ;
      5. Pasal 10, “PUJK berhak mendapatkan informasi dan/atau dokumen yang benar dan akurat dari calon Konsumen dan/atau Konsumen”.

Sesuai uraian diatas jika ditelaah secara rinci, didalam produk peraturan tersebut, cenderung tumpeng tindih, dimana dalam struktur dan tata urutan produk perundang-undangan, telah diatur berdasarkan KETETAPAN MPR NOMOR III/MPR/2000, yaitu di pasal 2, dan dinyatakan dalam pasal 4 ayat (1), yang menyatakan, sebagai berikut : “Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-Undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebi tinggi”.

Full Artikel dalam bahasa Inggris bisa dibaca disini:

Utmost Good Faith

Disklaimer:

Ketertarikan pada materi yang terkandung di sini adalah risiko pengguna sendiri. Anda harus menghubungi pengacara di yuridiksi Anda jika Anda memerlukan nasihat hukum. Semua publikasi TDH memiliki hak cipta dan tidak boleh direproduksi tanpa pernyataan tertulis dari TDH

 

About

managing servers, troubleshooting hardware and software issues, and providing technical support. Possessing a proven track record in problem solving, developing and managing web projects, and maintaining servers. Skilled in delivering effective customer service, monitoring websites to ensure performance, and troubleshooting technical issues. Always eager to keep up with the latest trends and technologies in the industry.

You may also like...

Your email will not be published. Name and Email fields are required