Perusahaan Asuransi akrab dengan Hak Subrogasi, berupa hak Perusahaan Asuransi untuk menuntut ganti rugi setelah membayar klaim. Namun, seringkali lalai untuk mempelajari Kembali bukti-bukti berdasarkan prinsip proximate cause dan/ atau mengabaikan hak subrogasinya, atau melakukannya dengan praktik yang salah, yang berakibat Perusahaan Asuransi sering tidak dapat menagih kembali peluangnya atau menghabiskan begitu banyak biaya dalam upaya penagihan sehingga hasil akhirnya tidak memiliki dampak positif yang signifikan pada keuntungan perusahaan.
Hilangnya peluang kesempatan berdasarkan LOD (Letter of Discharge) dari klaim yang dapat dipulihkan, tidak dikejar untuk menutupi kerugian, atau file ditutup dengan pemulihan null, dimana klaim yang telah dibayarkan yang berdasarkan hak tersebut seharusnya dilihat sebagai asset.
Jika optimalisasi proses subrogasi, hasilnya bisa besar. Misalnya, beban klaim sebesar IDR. 50,000,000,000.00 dibayarkan setiap tahun untuk semua class of bisnis dan akan berkurang (bervariasi) -10 sampai 30%- dalam pemulihan subrogasi merupakan keuntungan bottom line yang signifikan.
Mengapa banyak peluang Subrogasi/ LOD yang terlewatkan?
Ada sejumlah alasan mengapa Perusahaan Asuransi sering kehilangan kesempatan untuk menutup kerugian setelah pembayaran klaim. Terdapat alasan umum untuk peluang subrogasi diabaikan adalah:
1. Claim Adjustment
Kebanyakkan Perusahaan Asuransi hanya mengandalkan penyelesaian klaim merujuk pada satu-satunya sumber saja, yang dianggap valid dan membiarkan pintu terbuka untuk potensi kesalahan dalam penilaian;
2. Masalah Personalia,
Tidak mencatat klaim Tertanggung dengan teliti dan lengkap sehingga dapat berkontribusi pada peluang kegagalan, yaitu secara tehnis, informasi penting tidak ditangkap pada saat penilaian klaim, dengan tidak mengenali potensi sumber kerugian dan potensi Subrogasi;
3. Sudah puas dengan bottom line atas laba (rugi) komprehensif;
4. Sistem yang salah
Dalam banyak kasus, kesalahan dalam mengidentifikasi potensi Subrogasi, yang menyebabkan hilangnya peluang pendapatan subrogasi yang potensial, dengan file tidak dipelajari lagi untuk kemungkinan pengumpulan fact finding, atau ditutup tanpa ada pemulihan yang terjadi. Biasanya kegagalan terjadi karena adanya salah satu dari beberapa alasan sebagai berikut:
- Dokumentasi dan bukti yang tidak lengkap untuk membuktikan tanggung jawab Tergugat maupun Tertanggung (Pemegang Polis/ Insurable Interest);
- Perusahaan Asuransi tidak memiliki strategi penagihan yang tepat;
- Kurangnya pengalaman penanganan subrogasi berdasarkan Class of Bisnis dari aspek hukum;
- Ketidak tahuan tentang daluarsa masalah hukum;
- Perusahaan belum memiliki sistem dengan ukuran dan pemantauan kinerja yang tepat;
- Sengketa, Arbitrase, dan file litigasi tidak ditangani dengan baik, sehingga menghasilkan tingkat keberhasilan yang sangat rendah.
Pentingnya Subrogasi
Peningkatan pendapatan subrogasi merupakan peluang besar bagi Perusahaan Asuransi untuk “menahan rasio kerugian”, dengan tetap kompetitif di pasar. Seharusnya fungsi subrogasi selalu menjadi fokus strategis Perusahaan Asuransi untuk menghadapi tantangan dalam memprioritaskan prakarsa terkait LOD, mengelola ROI, dengan menurunkan beban klaim.
Pengalaman menunjukkan bahwa ketika fungsi subrogasi ditangani dengan baik, hal itu dapat berdampak positif pada rasio operasi perusahaan asuransi.
Selain itu, semakin besar dari klaim yang dibayarkan dapat dipulihkan melalui pendapatan berdasarkan Subrogasi/ LOD, dampaknya akan tampak pada hasil bottom-line, sehingga organisasi klaim harus mengoptimalkan upaya subrogasi untuk membangun keunggulan kompetitif.